Ada banyak definisi mengenai
mental yang sehat. “Seseorang bisa disebut kondisi mentalnya ideal atau optimal
ditandai oleh kondisi tahan banting, mampu menangani stres, bisa menyelesaikan
semua masalah kehidupan tanpa keluhan, termasuk punya empati sosial,” papar dr.
Tun Kurniasih Bastaman, Sp.KJ(K), ketua umum PP Perhimpunan Dokter Spesialis
Kedokteran Jiwa Indonesia (PP PDSKJI).
Kondisi sebaliknya bisa dialami mereka yang ada dalam kondisi ambang sehingga rentan stres. Ia mendefinisikan gangguan kejiwaan bila ada keluhan dari individu yang berdampak pada fungsi sosial atau pekerjaan sehari-hari. “Contohnya, ia jadi tidak produktif lagi,” ujarnya.
Ada tiga faktor utama yang memengaruhi seseorang menderita gangguan mental, yakni organobiologis, psikologis, dan sosiokultural, yang berpengaruh terhadap perilaku. Organobiologis sudah ada dalam diri orang tersebut, seperti “bahan baku” untuk seseorang mengalami gangguan jiwa, psikologis bisa dari pengasuhan di masa kecil atau traumatis, sedangkan sosiokultural misalnya dibesarkan di daerah yang penuh kerusuhan.
Gangguan ringan biasanya berupa kecemasan, stres, atau depresi, ditandai rasa waswas, gelisah, sulit konsentrasi. Pada kondisi lebih berat, bisa muncul keluhan jantung berdebar-debar, tidak bisa tenang, atau gangguan kontrol buang air kecil maupun besar, meski biasanya akan mereda sendiri.
Stres bisa memberi efek baik, bisa juga sebaliknya. “Disebut memberi efek baik bila stres memicu produktivitas, bukan malah menghambat penderitanya untuk kreatif, juga membuatnya tidak bisa berpikir atau tidur,” kata dr. Tun
Stres dapat disebabkan oleh serangkaian pengalaman buruk maupun baik. Saat merasa stres atas sesuatu yang berada di sekeliling, tubuh meresponnya dengan melepaskan zat kimia ke dalam aliran darah. Zat kimia ini memberi kekuatan dan stamina lebih dengan mendongkrak tingkat energi secara instan dan menekan rasa nyeri atau lapar. Keadaan ini sangat berguna untuk menyelamatkan jiwa kala tekanan terjadi akibat munculnya bahaya fisik yang nyata.
Sayangnya, stres juga memberi pengaruh buruk bagi kita, terutama ketika respon zat kimia tersebut tidak benar-benar dibutuhkan. Kondisi ini biasanya terjadi sebagai akibat dari berbagai tekanan dalam kehidupan.
Terjebak di tengah kemacetan, terlambat menghadiri rapat penting, atau tengah mempersiapkan pesta pernikahan, bisa menciptakan stres. Beberapa kejadian membahagiakan seperti melahirkan bayi atau mendapat pekerjaan baru bahkan bisa membuat lebih stres.
Stres memengaruhi tubuh, juga pikiran. Saat merasa tertekan, denyut jantung meningkat dan terasa ketegangan otot. Stres bisa berpengaruh serius terhadap kehidupan sehari-hari, menimbulkan depresi maupun kecemasan.
Kondisi sebaliknya bisa dialami mereka yang ada dalam kondisi ambang sehingga rentan stres. Ia mendefinisikan gangguan kejiwaan bila ada keluhan dari individu yang berdampak pada fungsi sosial atau pekerjaan sehari-hari. “Contohnya, ia jadi tidak produktif lagi,” ujarnya.
Ada tiga faktor utama yang memengaruhi seseorang menderita gangguan mental, yakni organobiologis, psikologis, dan sosiokultural, yang berpengaruh terhadap perilaku. Organobiologis sudah ada dalam diri orang tersebut, seperti “bahan baku” untuk seseorang mengalami gangguan jiwa, psikologis bisa dari pengasuhan di masa kecil atau traumatis, sedangkan sosiokultural misalnya dibesarkan di daerah yang penuh kerusuhan.
Gangguan ringan biasanya berupa kecemasan, stres, atau depresi, ditandai rasa waswas, gelisah, sulit konsentrasi. Pada kondisi lebih berat, bisa muncul keluhan jantung berdebar-debar, tidak bisa tenang, atau gangguan kontrol buang air kecil maupun besar, meski biasanya akan mereda sendiri.
Stres bisa memberi efek baik, bisa juga sebaliknya. “Disebut memberi efek baik bila stres memicu produktivitas, bukan malah menghambat penderitanya untuk kreatif, juga membuatnya tidak bisa berpikir atau tidur,” kata dr. Tun
Stres dapat disebabkan oleh serangkaian pengalaman buruk maupun baik. Saat merasa stres atas sesuatu yang berada di sekeliling, tubuh meresponnya dengan melepaskan zat kimia ke dalam aliran darah. Zat kimia ini memberi kekuatan dan stamina lebih dengan mendongkrak tingkat energi secara instan dan menekan rasa nyeri atau lapar. Keadaan ini sangat berguna untuk menyelamatkan jiwa kala tekanan terjadi akibat munculnya bahaya fisik yang nyata.
Sayangnya, stres juga memberi pengaruh buruk bagi kita, terutama ketika respon zat kimia tersebut tidak benar-benar dibutuhkan. Kondisi ini biasanya terjadi sebagai akibat dari berbagai tekanan dalam kehidupan.
Terjebak di tengah kemacetan, terlambat menghadiri rapat penting, atau tengah mempersiapkan pesta pernikahan, bisa menciptakan stres. Beberapa kejadian membahagiakan seperti melahirkan bayi atau mendapat pekerjaan baru bahkan bisa membuat lebih stres.
Stres memengaruhi tubuh, juga pikiran. Saat merasa tertekan, denyut jantung meningkat dan terasa ketegangan otot. Stres bisa berpengaruh serius terhadap kehidupan sehari-hari, menimbulkan depresi maupun kecemasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar